Thursday, May 20, 2010

Pohon Keimanan (Syajaratul Iman)

Pohon Keimanan (Syajaratul Iman)

Posted by Tajul Arifin bin Che Zakaria



Keimanan yang kokoh menjadi perisai bagi setiap kader dakwah. Dan hal ini hendaknya menjadi sebuah kelaziman. Sehingga keimanan itu betul-betul bak perisai kuat untuk menahan lajunya serangan musuh yang senantiasa datang silih berganti. Perisai ini wajib selalu berada di tangan aktivis dakwah. Ia tak boleh lepas sekejappun apalagi hilang tak berketentuan arah. Keimanan yang diumpamakan perisai itu berawal dari kekuatan tauhid yang tertanam dalam sanubarinya. Tauhid yang kuat dan bersih dari berbagai penyimpangannya. Ia diasaskan dari kalimat yang baik (kalimatun thayyibah) yang terikat dalam jiwanya. Kalimat yang baik dari kekuatan tauhid ini lantaran persaksian dan komitmen loyalitasnya pada Sang Maha Perkasa. Hingga kalimat itu, Allah SWT umpamakan seperti pohon yang baik.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ . تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (Ibrahim: 24 – 25).

Pohon ini tiada duanya di muka bumi ini. Ia tumbuh subur dan berkembang pesat dan mampu melawan serangan hama dan penyakit. Sehingga ia menghasilkan buah yang tak pernah henti. Malah menumbuhkan pohon-pohon lainnya. Itulah pohon keimanan.

Disebut Syajaratul Iman (Pohon Keimanan) lantaran keimanan yang kokoh laksana sebuah pohon yang selalu memberikan manfaat yang amat banyak;

- Buahnya dapat dikonsumsi oleh setiap makhluk yang menginginkannya.

- Dahannya dapat menjadi sarang serta tempat bertengger burung-burung.

- Daunnya yang lebat menjadi tempat berteduh musafir yang lewat.

- Akarnya menyimpan persediaan air untuk bumi yang tandus.

Inilah pohon keimanan yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Beliau mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah SWT. menyerupakan pohon iman yang bersemi dalam hati dengan pohon yang baik. Akarnya menghunjam ke bumi dengan kokoh dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Pohon itu terus menerus mengeluarkan buah setiap musim. Jika engkau renungkan perumpamaan ini tentulah engkau menjumpainya cocok dengan pohon iman yang telah mengakar kokoh ke dalam dan di dalam hatinya. Sedang cabangnya berupa amal-amal shalih yang menjulang ke langit. Pohon itu terus menerus mengeluarkan hasilnya berupa amal shalih di setiap saat menurut kadar kekokohannya di dalam hati. Kecintaan, keikhlasan dalam beramal, pengetahuan tentang hakikat serta penjagaan hati terhadap hak-haknya’.

Diantara para ulama penafsir Qur’an mereka berpandangan bahwa yang dimaksud dengan pohon yang baik itu adalah pohon kurma. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits riwayat Ibnu Umar RA. Dalam kitab shahih. Ar Rabi’ Ibnu Anas mengatakan bahwa orang mukmin itu pokok amalnya menghunjam ke bumi sedang buah amalnya menuju langit lantaran keikhlasannya dalam beramal.

Ibnul Qayyim mengatakan, ‘Tidak ada perbedaan diantara ke dua pendapat itu karena makna yang dimaksud tamsil ini adalah sosok orang mukmin sejati. Sedang pohon kurma adalah sebagai gambaran yang menyerupainya dan dari diri orang mukminlah sebagai sosok yang diserupakannya’. Pohon-pohon keimanan ini tumbuh dan berkembang bahkan menumbuhkan pohon lainnya.

Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid dalam kitabnya Ar Raqa’iq menggambarkan bahwa pohon-pohon itu bak laksana kumpulan tanaman taman nan indah. Setiap orang yang melihat pasti ingin berteduh didalamnya. Setiap melihat buah mesti tangan ingin menjamahnya. Pokoknya taman itu amat menarik hati. Pohon-pohon yang tumbuh di taman nan menawan itu adalah:

1. Syajaratut Tha’ah (Pohon Ketaatan)

Dari tempat kamu berteduh di bawah pohon iman itu kamu dapat mencium aroma wewangian bunga yang semerbak di dekatnya. Itu bersumber dari sebuah pohon yang disebut syajaratut tha’ah, yakni pohon ketaatan. Ia menjadi saksi terhadap keridhaan Allah saat dilimpahkan di hari turunnya ayat berikut:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. (Al-Fath:18)

Orang yang berteduh di masa sekarang akan senantiasa mendapatkan ketenangan hati dan tidak mudah goyah karena faktor terhalangnya mendapatkan sesuatu atau tertinggal olehnya. Ia tetap tabah menunggu kemenangan yang akan diraihnya. Ia juga berada dalam arus gerakan Islam untuk selalu menunaikan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Ia setia dengan beban yang terpikul di pundaknya. Dengan sikap itu ia mampu meruntuhkan mercusuar kesesatan. Sedang ia telah menyatakan janji setia kepada Islam untuk mati sebagai tebusannya. Pohon ketaatan ini bersumber pada akar pengabdian yang utuh pada Sang Maha Pencipta. Sudah semestinya pohon ketaatan itu tumbuh subur di hati kader dakwah.

2. Syajaratut Tirhab (Pohon Penyambutan)

Pohon ini dinamakan pohon penyambutan. Ini untuk menyambut mereka-mereka yang sedang berjuang untuk mempertaruhkan hidupnya agar meraih kemuliaan di sisi Rabbnya. Jika Allah memilih untuk menimpakan musibah kepadamu sebagai jalan untuk meraih anugerah keridhaan-Nya. Dan kamupun mengalami cobaan berat hingga memaksamu berlindung di bawah syajaratut Tirhab, pohon penyambutan. Ini dilakukan untuk mencari ketenangan di bawah naungannya seraya menggerakkan pokoknya agar melimpahkan sebahagian dari berkahnya kepadamu. Dan engkau melakukan sikap sebagaimana yang dilakukan ibunda Maryam AS. Ketika bumi terasa sempit olehnya. Maka terdengarlah suara yang menyeru kepadanya:

وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا . فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

“Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (Maryam: 25 – 26).

Maka engkau mendapat makan dari buahnya yang telah masak dengan rasa puas tanpa berlebihan. Di sana engkau beroleh minuman yang segar dari sungai kecil yang mengalir di hadapanmu dengan mencidukkan kedua tanganmu kepadanya tanpa harus bersusah payah. Pohon ini berdiri pada pokoknya yakni kecintaan untuk menghariba kepada Rabbul Izzati. Dengan penuh ketaqwaan dan keyakinan akan perjumpaannya. Bagi seorang kader dakwah mendekatkan diri untuk menghamba kepada Allah SWT menjadi keharusan. Agar ia senantiasa dalam kondisinya yang prima. Tidak lapar dan tidak pula kehausan. Ia dapat memenuhi hak dan kebutuhan hidupnya dalam memperjuangkan ajaran-Nya.

3. Syajaratul Wafa’ (Pohon Kesetiaan)

Kesetiaan adalah tanda kecintaan. Dan kecintaan merupakan prasyarat dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan kecintaannya. Nabi Muhammad SAW. mempunyai tanaman sendiri sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits, bahwa banyak pohon yang menyaksikan beberapa peristiwa dari perjalanan hidupnya yang mulia. Sebagai isyarat yang menunjukkan adanya hubungan ini. Terkadang sebagai gambaran untuk menyadarkan orang yang lalai. Diantaranya adalah syajaratul wafa’, pohon kesetiaan. Sebagai tanda adanya komunikasi di antara ruh-ruh yang selalu ingat. Pohon ini dapat mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada yang berhak menerimanya serta mengakui kebaikan yang diberikannya.

Ia adalah batang pohon kurma yang merintih saat ditingalkan. Jabir bin Abdullah RA. meriwayatkan, ‘Dahulu ada sebatang pohon kurma yang digunakan oleh Nabi SAW. untuk pijakan tempat berdirinya. Setelah dibuatkan mimbar untuk Nabi, kami mendengar dari batang kurma itu suara rintihan seperti rintihan unta yang sedang hamil besar. Hingga Nabi saw turun dari mimbarnya lalu meletakkan tangannya pada batang itu barulah batang pohon itu diam’. Batang pohon itu mengeluarkan suara rintihan seperti rintihan unta betina hamil besar. Peristiwa ini merupakan salah satu mukjizat Nabi SAW. Sebatang pohon yang diberikan penghormatan kepadanya lalu ia membalasnya. Manakala ditinggalkan ia merasa sedih sehingga kesedihannya itu melahirkan suara rintihan. Sekarang tiada seorangpun diantara kita melainkan di rumahnya terdapat kitab hadits. Seakan-akan Nabi saw berdiri di hadapannya mengajarkan urusan agama dan mengajarinya hukum-hukum syariat Islam. Maka sudah selayaknya bagi manusia seperti kita berterima kasih dan membalasinya dengan ketaatan dan kesetiaan pada ajaran yang dibawanya. Kita telah mendapatkan pelajaran yang amat bagus dari sebatang pohon kurma. Maka kita sebenarnya yang amat patut melakukan hal itu dan menterjemahkannya dalam sikap kita terhadap dakwah dan ajaran ini. Sepatutnya kita pun para kader dakwah merintih karena tidak dapat berbuat banyak untuk memberikan kontribusi pada dakwah ini sebagaimana orang-orang yang disebutkan Allah SWT. dalam kitab-Nya Allah berfirman:

وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka kembali, sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan”. (At-Tauabh:92).

4. Syajaratut Tsabat (Pohon Keteguhan)

Keteguhan menjadi hal yang amat urgen dalam mengemban amanah mulia. Karena godaan dan rintangan akan selalu datang silih berganti. Karena itu bagi aktivis dakwah ia amat memerlukan pohon keteguhan. Engkau dapat berlindung dibawahnya di hari manusia berpecah belah karena kecenderungannya yang berbeda-beda. Engkau mencari selamat dengan meninggalkan semua golongan yang berpecah belah itu. ‘Sekalipun engkau harus menggigit akar pohon (yakni berpegang teguh pada prinsip meskipun hidup menderita)’.

Oleh karena itu berlindunglah pada pohon keteguhan ini untuk mengeraskan gigitannya. Seandainya engkau bayangkan keadaan yang sebenarnya tentulah hatimu menjadi ragu dan bergetar penuh kecemasan. Antara perasaan takut bila pegangannya mengendur lalu terbawa arus dan harapan untuk tetap bertahan demi mencapai keselamatan.

Akan tetapi sari pati cairan yang dikeluarkan oleh pohon itu membuat kamu segar karena mendapat minuman darinya. Sedang manusia saat itu menjulurkan lidahnya karena kehausan. Tenggorokanmu basah lagi sejuk, sehingga menambah keras gigitanmu terhadapnya, seakan-akan kamu menghisap keteguhan dan kekokohan darinya bagaikan bayi lapar yang sedang menyusu. Pohon keteguhan ini juga menjadi alat Bantu untuk menghadapi cobaan dan ujian komitmen dari berbagai rayuan dunia yang memikat. Dari pohon itu kader dakwah tidak akan goyah karena daya tarik material duniawi yang fana. Ia tidak seperti orang-orang yang lalai dari kesetiaannya karena tergoda oleh ikan-ikan yang bermunculan pada saat mereka harus menunaikan komitmen itu.

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada disekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik”. (Al-A’raf:163).

5. Syajaratul Unsi (Pohon Penghibur)

Pohon ini menjadi penghiburmu di saat kamu sendirian dan kelembabannya meringankan (membasahi) keringnya kesalahanmu. Pohon ini ditanam oleh Nabi saw, saat beliau melalui dua kuburan yang sedang diazab. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Nabi SAW. ‘Beliau mengambil sebatang pelepah kurma yang masih basah. Dan membelahnya menjadi dua bagian lalu menancapkan kepada masing-masing dari kedua kuburan itu satu bagian. Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kenapa engkau lakukan itu?’. Rasulullah SAW. menjawab, ‘Mudah-mudahan azab diringankan dari keduanya selama kedua pelepah ini belum mengering’.

Buraidah Al Aslami RA. memahami hal ini sebagai tuntutan yang dianjurkan. Oleh karena itu ia berwasiat agar ditancapkan di atas kuburannya nanti dua batang pelepah kurma. Orang-orang pun mengikuti jejaknya dalam hal ini. Ada kalanya kita tidak dapat terlepas dari dosa-dosa kecil yang mencemari keikhlasan amal kita atau dari keterpaksaan mengejar sisa-sisa yang ada di tangan ahli dunia dari harta yang memperdayakannya. Yang biasa dibarengi dengan begadang yang merusak kesehatan dan dirundung oleh kegelisahan yang membuat diri kita tidak dapat tidur. Sehingga tubuh ini menjadi lemah untuk persiapan kerja di pagi hari. Barang kali dengan meluangkan waktu sejenak untuk berteduh di bawah pohon ini agar dapat meringankan beban hidupmu. Tentu hiburan bagi aktivis dakwah bukanlah dengan lantunan nasyid-nasyid dengan iringan bunyi musiknya atau juga bukan dengan tontonan yang melalaikannya. Akan tetapi hiburannya melalui dengan mengenang sejarah kehidupan umat terdahulu yang diabadikan kebaikannya serta mengingat akan janji balasan yang akan diberikan Allah SWT. pada orang-orang yang beriman. Sehingga dapat menggambarkan kenangan indah di hatinya akan kehidupan orang-orang yang telah berada di negeri cahaya yang penuh berkah.

6. Syajaratul Mufashalah (Pohon Pemisahan)

Pohon pemisahan ini menjadi saksi tentang sempurnanya akan kebersihan sarana yang digunakan oleh seorang muslim dalam mencapai tujuannya yang bersih. Demikian itu terjadi ketika ada seorang musyrik yang ingin bergabung memberikan bala bantuan kepada pasukan kaum muslimin dalam perjalanannya menuju medan perang Badar. Orang musyrik itu memberikan bala bantuan atas dasar fanatisme golongan untuk membela kaumnya. Ketika pasukan kaum muslimin sampai di sebuah pohon besar yang menjadi rambu jalan sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah RA. Lalu orang musyrik itu hendak bergabung. Maka Nabi menoleh kepadanya dan mengatakan, ‘Kembalilah kamu, aku tidak meminta bantuan dari orang musyrik’.

Maka ketetapan ini terus berlaku sebagai prinsip yang tidak pernah ada pengecualiannya. Kecuali hanya dalam kejadian-kejadian yang terbatas dan langka. Oleh karena itu prinsip ini tetap menjadi pijakan dalam amal dakwah kita agar tidak mengemis meminta-minta balas bantuan dari orang yang memusuhi dakwah. Apalagi potensi yang dimiliki umat masih melimpah ruah untuk didayagunakan.

7. Syajaratul Istighfar (Pohon Meminta Ampunan)

Pohon istighfar berupa pohon anggur yang banyak buahnya. Apabila ada seorang tamu yang mampir ke rumah pemiliknya maka ia akan memetik setangkai buah itu lalu disodorkan kepadanya untuk mencicipinya. Setelah itu tentu seseorang yang bertandang itu akan merasakan kepuasan yang teramat sangat. Kemudian pada hari yang lain. Isteri pemilik kebun anggur itu mengatakan kepada suaminya. ‘Cara seperti itu tidak etis kepada tamu, sebaiknya engkau ikut memakan separuh jamuanmu guna menyenangkan hatinya dan sekaligus sebagai pernghormatan padanya’. Suaminnya menjawab, besok aku akan lakukan hal itu. Keesokan harinya, setelah tamunya memakan separuh hidangan yang disajikan kepadanya. Lalu lelaki pemilik kebun itu ikut serta memakannya. Tatkala ia mencicipinya terasa anggur itu masam dan tidak enak untuk dimakannya. Ia pun meludahkannya dan mengernyitkan kedua alisnya keheranan atas kesabaran tamunya yang mau merasakan buah seperti itu. Namun tamu itupun menjawabnya. ‘Sesungguhnya aku telah memakan buah ini dari tanganmu sebelumnya selama beberapa hari dengan rasa manis tetapi sekarang ini aku tidak suka memperlihatkan kepadamu rasa tidak enak pada buah ini sehingga membuatmu menyesali pemberianmu yang lalu’.

Apa yang disebutkan di atas ini bukanlah kisah ngawur melainkan sebagai tamsil perumpamaan yyang dibuat untuk para dai yang mengusung dakwah ini. Karena itu dengarkanlah baik-baik. Hal ini merupakan ungkapan kisah yang dijabarkan kepadamu untuk mendekatkan kepahamanmu kepadanya agar mudah kamu cerna.

Tidak seorangpun di antara orang-orang yang ada disekitarmu yang terpelihara dari kesalahan dan benar selalu adanya. Oleh karena itu jika ada saudaramu yang berbuat kekeliruan maka janganlah kekeliruannya itu mendorongmu untuk mendiamkannya tidak mau bergaul lagi dengannya. Tidak sabar terhadapnya atau mendiskriditkannya. Bahkan jangan pula kamu mencelanya melainkan bersabarlah kepadanya. Dan tahanlah emosimu. Dan kamu harus memaafkannya dalam hatimu karena mengingat kebaikannya yang terdahulu dan perilakunya yang baik dan penghormatannya kepadamu. Karena barangkali dia dapat membantumu untuk bertaubat atau menolongmu saat kamu belajar sebagai pelayan pendamping atau teman begadangmu atau dia mengajarkan kepadamu suatu bidang pengetahuan yang diajarkan Allah kepadanya dan hal-hal baru yang belum kamu ketahui.

8. Syajaratuz Zuhud (Pohon Zuhud)

Jika engkau telah beroleh faedah dan menebarkan keadilan maka sudah saatnya bagimu untuk membaringkan diri di bawah sebuah pohon yang ramping lagi banyak buahnya dan bunganya. Keindahannya memukau pandangan orang yang melihatnya dan membuat orang yang menikmati keindahannya berdecak kagum karena selera penanamnya begitu tinggi.

Itulah pohon zuhud. Yaitu pohon yang bersemi di dalam hati. Jenisnya lain dari yang lain. Belum pernah ada seorang pun yang menanam hal yang semisal itu sehingga terlihat sangat indah. Penanamannya menggambarkan pohon itu bagai syair berikut:

Zuhud telah menanamkan pohon dalam kalbuku

Sesudah membersihkannya dari bebatuan dengan susah payah

Dia menyiraminya sesudah menancapkannya ke bumi dengan air mata yang dialirkan

Manakala di melihat burung-burung perusak tanaman terbang mengelilingi pagarnya

Dia mengusirnya

Aku tidur di bawah naungan yang rindang dengan hati yang senang

Dan mengusir semua yang mengganggunya

Kemudian aku berjanji setia kepada Tuhanku

Seperti itulah Bai’atur Ridwan dilakukan di bawah pohon untuk memberikan janji setia. Rasakanlah kamu menjadi salah seorang diantara mereka yang melakukan hal itu. Dan kamu bersama di tengah-tengah mereka. Dirimu dipenuhi oleh semangat bai’at janji setia sampai mati di jalan Allah SWT. demi membela ajaran ini tegak di muka bumi.

9. Syajaratul Hilm (Pohon Penyantun)

Imam Hasan Al Banna telah memahami seni menanam pohon keimanan ini. Karena itu ia menanamkan kepada kita pohon Kesantunan. Beliau menggambarkannya sebagai berikut: ‘Jadilah kamu seperti pohon yang berbuah. Manusia melemparinya dengan batu sedang ia melempari mereka dengan buahnya’.

Sesungguhnya ia telah memberikan gambaran yang baik dan masukan yang berfaedah. Karena sesungguhnya kebanyakan manusia cepat cenderung kepada kejahilan sehingga mendorong mereka untuk mendustakan para da’i dan menyakiti mereka dengan cara batil. Seandainya seorang da’i bersikap jahil seperti orang jahil itu dan membalas keburukan dengan keburukan semisal, niscaya akan lenyap dan pudarlah nilai-nilai kebajikan itu. Sebenarnya sikap yang harus diambil seorang da’i adalah berlapang dada, mengharapkan pahala Allah dan memohon ampunan bagi kaum yang tidak mengerti itu.

Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid menandaskan bahwa pohon keimanan itu mesti diberi pupuk dan disiraminya disetiap waktu. Dirawatnya dengan baik agar tidak dimakan hewan yang mendatanginya atau dihinggapi hama penyakit. Ia pun perlu diselamatkan dari tangan jahil manusia yang sering usil untuk memetik buahnya sebelum masanya. Ia perlu penjaganan yang ekstra agar pohon-pohon itu memberikan buahnya bagi dakwah ini. Itulah Tsamaratud Da’wah (Buah Dakwah). Yakni kader-kader dakwah yang militan yang menyediakan dirinya untuk melayani dakwah ini dan berkhidmat terus demi tegaknya ajaran ini. Bila pertumbuhan kader ini terus tumbuh dari berbagai segmen dan usia secara seimbang maka dakwah ini akan mengalami tingkat produktifitas yang amat tinggi. Intajiyatud Da’wah (Produktivitas Dakwah). Dengan begitu mewujudkan misi utama dakwah ini untuk mencapai perubahan nilai dan norma akan semakin terrealisir.

Allah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya:107).

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (Al-Anfal:39).

Monday, May 10, 2010

Nota Hati Seorang Lelaki


PETIKAN : 'Nota Hati Seorang Lelaki' ( Pahrol Mohd Juoi )

Inilah cerita benar. Cerita benar seorang penulis yang Berjaya. Beginilah kisahnya...Entahlah apa yang selalu bermain pada fikiran ayah. Apabila saya ingin pulang kembali ke kota, dia kerap minta duit. Seakan-akan mendesak...." Ada duit? Minta ayah sedikit.."

Saya masih ingat waktu itu kehidupan saya terlalu sukar. Untuk mendapat seratus ringgit di dalam poket pada satu-satu masa pun payah. Kalau balik kampung selalunya duit yang ada hanya cukup-cukup tambang. Mujurlah,isteridan anak-anak saya sudah faham. Alhamdulilah mereka 'sporting' dan tidak banyak meragam.


"Emak, ayah asyik minta duit. Bukan tak mahu bagi, tapi saya memang tak ada duit," Bisik saya kepada emak. Emak seperti biasa, berwajah selamba,sukar ditembak reaksinya.

" Bagilah beberapa yang ada," cadang emak pendek. "Takkan 5 ringgit?" Emak mengganguk. Saya rasa bersalah untuk memberi ayah wang sebanyak itu.Apalah yang boleh dibeli dengan wang 5 ringgit....Tapi kerana tidak mahu menghampakan harapa ayah dan ikutkan cadangan emak, saya gagahi juga memberinya.

Ayah selalunya tersenyum menerima pemberian saya. Tetapi yang mengejutkan ialah apabila kami sekeluarga berada dalam perut bas dalam perjalanan pulang ke kota. Di kocek anak saya sudah terselit wang sepuluh ringgit.Siapa yang bagi kalau bukan ayah? 10 tolak 5, saya masih 'untung' 5 ringgit.Geli hati mengenangkannya.

Begitulah selalunya tahun demi tahun. Apabila kami pulang ziarah ke kampung, saya akan memberi pemintaan ayah. Kengkadang terlupa, tetapi ayah akan selalu mengigatkan. Akhirnya, saya memang sediakan peruntukan khas untuk diberikan kepada ayah setiap kali pulang kampung. Kedudukan ekonomi saya yang masih goyah kekadang hanya mengizinkan wang dua ringgit untuk diberikan kepada ayah. Ironinya, ayah tetap dengan pemintaannya dan tetap
tersenyum apabila menerima. Tidak kira berapa jumlahnya. Emak terus-terusan selamba.
Saya masih sukar menandingi ketajaman rasa seorang isteri (emak) dalam memahami hati suaminya (ayah).

Begitupun setiap kali dalam perjalanan pulang, kocek anak saya akan jadi sasaran. Kekadang itulah duit pelengkap membeli tiket pulang. Ayah akan setiap memasukkan duit yang melebihi jumlah saya berikan kepadanya. Saya tidak mengambil masa lama untuk memahami apa maksud tersirat disebalik perlakuan ayah itu. Dia meminta wang pada saya bukan kerana 'tidak ada',tetapi dia ada sesuatu yang lebih besar ingin dicapainya atau disampaikannya.

Namun, secara bertahap-tahap buku tulisan saya semakin mendapat sambutan.Bukan itu sahaja, perniagaan yang saya mulakan secara kecil-kecilan semakin membesar. Kalau dulu kami pulang ke kampung dengan bas, tetapi selepas beberapa tahun saya pulang dengan kereta milik sendiri. Saya masih ingat komen ayah ketika saya pulang dengan kereta kecil Kancil milik kami
sendiri.
"Nanti, besarlah kereta kamu ini...." ujur ayah senyum.

Apapun saya tetap memenuhi permintaan ayah setiap kali pulang ke kampung.Wang saya dahulukan kepadanya. Dan ayah juga konsisten dengan sikapnya,ada sahaja wang yang diselitkan dalam kocek anak saya.

" Eh tak payahlah ayah..." sekarang saya mula berani bersuara. Ekonomi keluarga sudah agak stabil. Malu rasanya mengambil duit ayah walaupun perantaraan pemberian datuk kepada cucunya. Saya tahu dan sedar,hakikatnya ayah hendak memberi kepada saya sejak dulu, tetapi sengaja atau tidak ingin saya merasa segan, duit diberi melalui anak.

"Kenapa, dah kaya?" usik ayah. Hendak tak hendak, duit dikocek anak tetap diselitkannya. Cuma sekarang bezanya, duit itu tidak lagi 'dikebas' oleh saya. Dan dalam hati, saya mula berasa senang kerana jumlah yang saya berikan kepada ayah, kini sudah melebihi apa yang mampu diselitkan kekocek anak saya. Tidak semacam dulu lagi, duit pemberian ayah kepada anak
saya sentiasa melebihi duit pemberian saya kepadanya.

Masin sungguh mulut ayah. Tidak sampai tiga tahun, kami bertukar kereta!.Di samping menulis, saya menjadi penerbit. Perniagaan semakin rancak. Oleh sebab bilangan anak bertambah dan keperluan kerja yang meningkat saya sudah membeli MPV utuk kegunaan harian. Anak-anak mula menjejak menara gading.Kehidupan semakin laju dan aktiviti semakin rancak. Namun sibuk sekalipun saya tetap pulang menziarahi ayah dan ibu. Anehnya ayah tetap memberi
kepada anak saya walaupun kini saya telah dikenali sebagai korporat yang berjaya.
Rupa-rupanya, ayah memberi bukan kerana kekurangan atau kelebihan kami,tetapi dia MEMBERI KERANA ALLAH. Mencontohi Allah al-Wahhab itu!

Anda ingin tahu apa pesan penulis itu kepada saya? Ya, mari kongsi bersama :

" Kini aku benar-benar faham bahawa ibu ayah yang tua bukan beban dalam kehidupan di dunia, lebih-lebih lagi dalam kehidupan di akhirat. Mereka bukan 'liabiliti' tetapi sebenarnya aset untuk kita (walaupun istilah itu sebenarnya kurang atau tidak tepat kerana ibubapa bukan benda). Rugi betul siapa yang mempunyai ibu bapa yang telah tua tetapi mengabaikannya.

"memberi kepada ibu bapa hakikatnya memberi kepada diri sendiri. Walaupun itu bukan niat kita ketika memberi, tetapi percayalah rezeki berganda akan pulang kepada kita semula. DOA MEREKA MUSTAJAB. Harapan mereka kenyataan.Kasih mereka bekalan. Benarlah sepertimana sabda Rasulullah s.a.w,keredhaan Allah terletak kepada keredhaan ibu bapa."

Baiklah, inilah sebenarnya rahsia 'perniagaan' yang jarang-jarang diperkatakan oleh tokoh korporat. Juga tidak pernah ditulis dalam mana-mana buku perniagaan. Masih punya ibubapa? MEMBERILAH KEPADA MEREKA.Tidak ada?Tidak mengapa, memberilah kepada anak-anak anda. Tidak ada juga?Memberilah kepada sesiapa sahaja. Kita sentiasa berfikir untuk memberi.
Memberi kepada orang lain bererti memberi kepada diri kita sendiri walaupun itu bukan maksud kita ketika mula memberi!

Sahabat sekelian,

Cerita dibawah menjadi IBRAH bagi kita semua.

Apa yang paling utama dalam memberikan khidmat terakhir kpd ibu ayah ialah MEMANDIKAN JENAZAHNYA, MENGKAPANKAN TUBUH MULIANYA,MENYEMBAHYANGKAN JENAZAH NYA DAN MENGKEBUMIKAN JENAZAHNYA. Lakukandengan tangan2 kita sebagai anak2. Lakukan sahabat, lakukannya jikaditakdirkan ibu ayah kita meninggal dunia.

Saya menangis apabila ada sahabat saya menceritakan bagaimana ibu kepada Tuan Guru Dr Harun Din meninggal dunia. Bacalah sahabat pengalaman Dr Harun Din dan keluarganya.

Jiran kpd ibu Dr Harun Din (DrHD) menziarah ibunya pada waktu petang selepas asar. beliau memberi salam tetapi tak menyahut salamnya.Beberapa kali salam diberikan tapi tak ada jawapan. Maka jirannya itu mencari ruang mencari ibu DrHD, akhirnya terlihat ibunya sedang
sujud dalam solat. lalu jiran ini balik ke rumah dahulu. beberapa minit kemudian, datang semula berjumpa ibu DRHD, dilihatnya masih sujud. firasat jirannya, ini ada yang tak kena. Lalu masuk ke rumah utk melihat dr dekat ibu DrHD. Rupa2nya, ibu DrHD telah kembali kerahmatullah dalam masa ibunya sujud menghadap Allah. Ya Allah mulianya kematian ibu DrHD.

Perkara yg paling comel yg dilakukan keluarga DrHD ialah,menyempurnakan dgn tangan2 anak2 jenazah ibunya. Mandikan ibu, kapan ibu, sembahyangkan ibu dan kebumikan tanpa diusik orang lain ke atas tubuh ibunya. Ada jiran2 yg ingin melakukannya tetapi ditolak oelh
Dr Harun Din, hasan Din dan Ishak Din dengan hujjah, "BERILAH SAYA SEKELUARGA PELUANG MEMBUAT KHIDMAT YG TERAKHIR UTK IBU". Ketika hujah itu diberikan, seluruh masyarakat yg hadir melinangkan air mata kerana tawaaduk dan alimnya anak2 ibu itu. Paling menyayatkan hati masyarakat adalah apabila ketiga2 adik beradik ini iaitu Harun Din,
Hasan Din dan Ishak Din turun sendiri ke lubang lahad mengebumikan jenazah ibunya. Ada beberapa orang yg hadir, memohon dan berkata,"Wahai Tuan Guru, biarlah kami buat semuanya ini menurunkan jenazah ibu Tuan Guru." Permintaan ini ditolak oleh DrHD dgn hujah
yg sama "Berilah kami adik beradik peluang mengebumikan jenazah ibu ini kali terakhir". Seluruh yg hadir di kuburan ketika itu,mencurahkan airmata tawadduk di atas akhlak anak2 ibu yang diasuh hingga se"alim" sedemikian. Peristiwa ini disempurnakan hingga selesai.

HEBAT IBU ini membina akhlak dan keilmuan anak-anak mereka, maka tidak hairanlah kita semua bahawa DrHD , hasan Din dan Ishak Din memang disegani oelh kawan dan lawan di Bumi Malaysia ini kerana"AKHLAK"nya yang mulia dan ALIM nya mereka.Terus terang sahabat, ketika saya mendengar cerita ini, air mata saya melinang apabila tergambar ketika saya dan 11 orang adik beradik menguruskan jenazah ibu bersama Feb 2009 yang lalu. YaAllah, rahmatilah ibu kami semua. Rahmatilah mereka dan Ampunkanlah kami.

Wallahu A'lam.

Baca hayati, selami dan insafi...... Amalkan, doa ibu bapa amat
mustajab... Bahagia dunia akhirat...