Tuesday, March 20, 2012

Menyanyi dan Muzik-Penulisan Dr. Yusuf Qardhawi

Menyanyi dan Muzik-Penulisan Dr. Yusuf Qardhawi
Dari Al Halalu Wal Haramu Fil Islam
Penulisan Dr. Yusuf Qardhawi
Menyanyi dan Muzik


Di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa dan menenangkan hati serta
mengenakkan telinga, ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh Islam, selama tidak
dicampuri cakap kotor, cabul dan yang kiranya dapat mengarah kepada perbuatan
dosa. Dan tidak salah pula kalau disertainya dengan muzik yang tidak
membangkitkan nafsu. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan
perasaan riang dan menghibur hati, seperti pada hari raya, perkawinan,
kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di waktu
lahirnya seorang bayi.

Dalam hadis diterangkan:

"Dari Aisyah r.a, bahwa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat
laki-laki Ansar, maka Nabi bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai
dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan."
(Riwayat Bukhari)

Dan diriwayatkan pula:

"Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang
kerabatnya dengan Ansar, kemudian Rasulullah s.a.w. datang dan bertanya: Apakah
akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Betul! Rasulullah s.a.w.
bertanya lagi. Apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan menyanyi? Aisyah
menjawab: Tidak! Kemudian Rasulllah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya orang-orang
Ansar adalah suatu kaum yang merayu. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu
kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat
datang kami, selamat datang kamul" (Riwayat Ibnu Majah)

"Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abubakar pernah masuk kepadanya, sedang di
sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina
(Idul Adha), sedang Nabi s.a.w. menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka
diusirlah dua gadis itu oleh Abubakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata
kepada Abubakar Biarkanlah mereka itu hai Abubakar, sebab hari ini adalah hari
raya (hari bersenang-senang)." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Imam Ghazali dalam Ihya'nya27 setelah membawakan beberapa hadis tentang
bernyanyinya dua orang gadis itu, permainannya orang-orang Habasyah di dalam
masjid Nabawi yang didukungnya oleh Nabi dengan kata-katanya: karena kamu, aku
melihat hai Bani Arfidah, dan perkataan Nabi kepada Aisyah: engkau senang ya
Aisyah melihat permainan ini; dan berdirinya Nabi bersama Aisyah sehingga dia
sendiri yang bosan serta permainan Aisyah dengan boneka bersama kawan-kawannya
itu, kemudian Ghazali berkata: Bahwa hadis-hadis ini semua tersebut dalam
Bukhari dan Muslim dan merupakan nas yang tegas, bahwa nyanyian dan permainan,
bukanlah haram. Dan dari situ juga menunjukkan dibolehkannya bermacam-macam
permainan:

1. Bermain anggar sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Habasyah.

2. Permainan boleh dilakukan di masjid.

3. Sabda Nabi kepada orang-orang Habasyah: karenamu aku melihat hai Bani
Arfidah, adalah suatu perintah dan anjuran untuk bermain. Oleh karena itu
bagaimana mungkin permainan itu diharamkannya?

4. Dilarangnya Abubakar dan Umar dengan alasan, bahwa hari itu adalah hari raya
dan hari gembira, sedang bernyanyi adalah salah satu daripada jalan untuk
bergembira.

5. Berdirinya Nabi yang begitu lama sambil menyaksikan dan mendengarkan nyanyian
yang disetujui Aisyah, adalah cukup sebagai bukti, bahwa metode yang baik untuk
menghaluskan budi perempuan dan anak-anak dengan cara menyaksikan permainan
adalah lebih baik daripada kekasaran ruhud dan berkekurangan dalam suasana
terhalang dan dihalang.

6. Perkataan Nabi kepada Aisyah yang didahului dengan kalimat bertanya:
senangkah kamu untuk melihat?

7. Perkenan untuk menyanyi dan memukul rebana dari dua anak gadis itu dan
seterusnya, seperti yang dituturkan al-Ghazali dalam Kitabus Sama' (fasal
mendengar). Dan dari beberapa sahabat dan tabi'in diriwayatkan, bahwa mereka itu
pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan
dosa.

Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian, semuanya ada cacat, tidak ada
satupun yang selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadis, seperti kata al-Qadhi
Abubakar bin al-Arabi: "Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan
diharamkannya nyanyian."

Dan berkata pula Ibnu Hazm: "Semua hadis yang menerangkan tentang haramnya
nyanyian adalah batil dan palsu."

Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan muzik yang disertai dengan perbuatan
berlebih-lebihan, minum-minum arak dan perbuatan-perbuatan haram. Itulah yang
kemudian oleh ulama-ulama dianggapnya haram atau makruh.

Sebagian mereka ada yang mengatakan: bahwa sesungguhnya nyanyian itu termasuk
lahwul hadis (omongan yang dapat melalaikan) sebagai yang dimaksud dalam firman
Allah:

"Di antara manusia ada yang membeli omongan yang dapat melalaikan untuk
menyesatkan (orang) dari jalan Allah tanpa disadari, dan dijadikannya sebaqai
permainan. Mereka itu kelak akan mendapat siksaan yang hina." (Luqman: 6)

Ibnu Hazm berkata: "Ayat tersebut menyebutkan suatu sifat yang barangsiapa
mengerjakannya bisa menjadi kafir tanpa diperselisihkan lagi, yaitu apabila dia
menjadikan agama Allah sebagai permainan. Oleh karena itu jika dia membeli
sebuah al-Quran untuk dijadikan ayat guna menyesatkan orang banyak dan
dijadikannya sebagai permainan, maka jelas dia adalah kafir. Inilah yang dicela
Allah s.w.t. Samasekali Allah tidak mencela orang-orang yang membeli lahwal
hadis itu sendiri yang bisa dipakai untuk hiburan dan menggembirakan hati, bukan
untuk menyesatkan orang dari jalan Allah."

Selanjutnya Ibnu Hazm menolak anggapan orang yang mengatakan; bahwa nyanyian itu
sama sekali tidak dapat dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan, seperti firman
Allah.

"Tidak ada lain sesudah hak kecuali kesesatan." (Yunus: 32)

Maka kata Ibnu Hazm: Rasulullah s.a.w. pernah bersabda

"Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat dan tiap-tiap orang
akan dinilai menurut niatnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Jadi barangsiapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk membantu bermaksiat
kepada Allah, maka jelas dia adalah fasik --termasuk semua hal selain nyanyian.
Dan barangsiapa berniat untuk menghibur hati supaya dengan demikian dia mampu
berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan, maka dia adalah orang
yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk perbuatan yang benar.
Dan barangsiapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan tidak juga untuk
bermaksiat, maka perbuatannya itu dianggap main-main saja yang dibolehkan,
seperti halnya seorang pergi ke kebun untuk berlibur, dan seperti orang yang
duduk-duduk di depan sofa sekedar melihat-lihat, dan seperti orang yang
mengkelir bajunya dengan warna ungu, hijau dan sebagainya.

Namun di situ ada beberapa ikatan yang harus kita perhatikan sehubungan dengan
masalah nyanyian ini, yaitu:

1. Nyanyian itu harus diperuntukkan buat sesuatu yang tidak bertentangan dengan
etika dan ajaran Islam. Oleh karena itu kalau nyanyian-nyanyian tersebut penuh
dengan pujian-pujian terhadap arak dan menganjurkan orang supaya minum arak,
misalnya, maka menyanyikan lagu tersebut hukumnya haram, dan si pendengarnya pun
haram juga. Begitulah nyanyian-nyanyian lain yang dapat dipersamakan dengan itu.

2. Mungkin subjek nyanyian itu sendiri tidak menghilangkan pengarahan Islam,
tetapi cara menyanyikan yang dilakukan oleh si penyanyi itu beralih dari
lingkungan halal kepada I;ngkungan haram, misalnya lenggang gaya dengan suatu
kesengajaan yang dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah dan perbuatan
cabul.

3. Sebagaimana agama akan selalu memberantas sikap berlebih-lebihan dan
kesombongan dalam segala hal sampai pun dalam beribadah, maka begitu juga halnya
berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, padahal
waktu itu sendiri adalah berarti hidup!

Tidak dapat diragukan lagi, bahwa berlebih-lebihan dalam masalah yang mubah
dapat menghabiskan waktu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban. Maka tepatlah
kata ahli hikmah: "Tidak pernah saya melihat suatu perbuatan yang
berlebih-lebihan, melainkan di balik itu ada suatu kewajiban yang terbuang."

4. Tinggal ada beberapa hal yang seharusnya setiap pendengarnya itu sendiri yang
memberitahu kepada dirinya sendiri, yaitu apabila nyanyian atau satu macam
nyanyian itu dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah serta nafsu
kebinatangannya itu dapat mengalahkan segi rohaniahnya, maka dia harus menjauhi
nyanyian tersebut dan dia harus menutup pintu yang dari situlah angin fitnah
akan menghembus, demi melindungi hatinya, agamanya dan budi luhurnya. Sehingga
dengan demikian dia dapat tenang dan gembira.

5. Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian yang disertai dengan
perbuatan-perbuatan haram lainnya seperti: di persidangan arak, dicampur dengan
perbuatan cabul dan maksiat, maka di sinilah yang oleh Rasulullah s.a.w.
pelakunya, dan pendengarnya diancam dengan siksaan yang sangat, yaitu
sebagaimana sabda beliau:

"Sungguh akan ada beberapa orang dari ummatku yang minum arak, mereka namakan
dengan nama lain, kepala mereka itu bisa dilalaikan dengan bunyi-bunyian dan
nyanyian-nyanyian, maka Allah akan tenggelamkan mereka itu kedalam bumi dan akan
menjadikan mereka itu seperti kera dan babi." (Riwayat Ibnu Majah)

Bukan merupakan kelaziman kalau mereka itu dirombak bentuk dan potongannya,
tetapi apa yang dimaksud dirombak jiwanya dan rohnya. Bentuknya bentuk manusia
tetapi jiwanya, jiwa kera dan rohnya roh babi

No comments: